Halaman

22 Nov 2013

[Fiction] Ruined Date

 
Aku udah di lobby. Kamu bisa turun sekarang?

 

Akhirnya kabar yang gue tunggu itu datang juga tepat pukul 20.00 WIB. Sebenarnya gue sudah bisa pulang sejak satu jam yang lalu. Tapi, apa daya ternyata si pacar masih terjebak macet. Sambil merapikan meja, gue mengetik jawaban singkat via WhatsApp.

 

Yup. Give me 5 minutes.

 

Gue terpana selama lima menit melihat tampak belakang si pacar tercinta. Posturnya yang tinggi dan tegap selalu membuat dada gue berdesir. Baik dulu maupun sekarang setelah 6 tahun menjalin hubungan putus-sambung dia masih selalu membuat gue terpesona. He never failed me. Or anyone who sees him.

Hanya dari fisik saja, dia tidak bisa tidak membuat mata para kaum hawa melirik. Apalagi kalau mereka tahu bahwa pacar gue yang luar biasa ganteng ini ternyata juga jenius luar biasa. Apa namanya kalau bukan jenius, bisa lulus cumlaude dari jurusan Teknik Industri dari salah satu universitas negeri berlambang Ganesha, padahal di saat yang sama dia juga drummer andal dari grup band lokal dari Bandung yang sedang naik daun saat itu. Jadi, selain kuliah, dia juga sibuk manggung. Entah kapan dia masih punya waktu untuk belajar dan mengerjakan tugas. Oh, atau dia memang tidak perlu lagi belajar karena seseorang yang memiliki extraordinary memory katanya sih bisa mengingat gambar, suara dan obyek secara akurat hanya dalam waktu singkat.

"Mara?" Suara yang alpa gue dengar selama 3 bulan terakhir ini sontak membuyarkan lamunan. Beruntungnya gue tidak lupa memberikan senyum paling manis hanya untuk dia.

"Hai, Nik! Kita langsung jalan naik mobil aku kan? Aku parkir di 3A. Yuk!" Dia hanya mengangguk kecil sambil memberi kode menyuruhku jalan lebih dulu. Khas Nikko, pelit kata-kata.

Sejam kemudian gue dan Nikko sudah duduk berhadapan di Tokyo Skipjack; salah satu warung steak di daerah Bulungan, Jakarta Selatan. Kami sengaja memilih meja agak di pojok supaya bisa mengobrol lebih leluasa tanpa harus terbatuk-batuk karena asap rokok pengunjung lainnya.

"Mara! Mara!!" suara pria yang tidak asing di telinga memanggil gue dengan nada ceria. Mendadak gue gugup, berharap semoga tidak ada kejadian tidak diinginkan malam ini.

"Mar, tumben banget nih kita ketemu disini. Gue pikir kita bakal ketemu di bar kayak minggu lalu. Kalau sekarang, lo masih sadar kan? Gak teler kayak kemarin," kata temen gue bernama Victor ini sambil cengar-cengir. Victor kalau ngomong memang tidak pernah disaring dan tidak peduli situasi. Duh, apes banget sih gue ketemu manusia ini disini. Pakai bongkar-bongkar aib kalau gue teler lagi. Gue gak berani melirik Nikko, tapi gue tahu dia menatap gue tajam dengan pandangan bertanya-tanya. Garis mukanya mengeras.

Gue tidak menanggapi pertanyaan Victor dan berusaha mengalihkan topik pembicaraan, "Lo kesini sama siapa, Vic? Sering kesini juga?"

"Tuh, teman-teman gue disana. Habis ini mau lanjut kumpul-kumpul di penthouse-nya Rizal. Lo gak tertarik ikutan? By the way, Denny tanya-tanya tentang lo terus ke gue. Lo gak ada apa-apa kan sama dia waktu kemarin dia nganterin lo pulang?" Saat itu juga rasanya gue ingin menghilang ditelan bumi. Gue lihat Nikko langsung mengubah posisi dari membolak-balik buku menu menjadi bersandar di bangku dan melipat tangan di depan dada. Kenapa Victor harus mengungkit soal Denny?

"Eh, Vic, sudah kenal belum? Kenalkan ini Nikko. Nikko, ini Victor, teman kuliah aku, dulu kita sama-sama jadi penyiar di radio kampus." Lagi, aku berusaha mengalihkan pembicaraan. Nikko dan Victor akhirnya saling tatap dan berjabat tangan ala kadarnya. Mungkin saat itu Victor baru sadar kalau gue sedang tidak sendiri.

            Kencan malam ini akhirnya gagal total. Nikko cuma diam seribu bahasa dan tidak bereaksi. Dia tidak bertanya kenapa gue bisa teler dan pulang bareng Denny, yang tentu saja dia tidak kenal. Nikko mendadak diam seribu bahasa. Setelah Victor meninggalkan meja, dia langsung membayar bill. Nikko memang mengantar gue sampai di rumah, tetapi tidak mampir untuk sekedar memberi salam pada orang rumah seperti biasanya. Di tengah perjalanan dia sengaja sudah menelepon taksi, jadi begitu sampai depan rumah gue dia langsung pulang naik taksi yang dipesannya.

            Tinggallah gue yang bingung harus bersikap bagaimana. Kenapa justru disaat Nikko sudah kembali ke Jakarta, situasinya jadi runyam begini. Ini memang bukan pertama kalinya gue berselisih dengan Nikko. Tapi, kalau diingat-ingat ini adalah pertama kalinya kami berselisih selama setahun terakhir. Entah kenapa perasaan gue tidak enak. Feeling gue bilang masalah ini akan jadi panjang.
 

15 Nov 2013

[IRRC2013 #8] Book Review: Fly To The Sky

 

Sesungguhnya saya sedang tidak ada ide menulis review, apalagi buku ini sudah selesai saya baca sebulan yang lalu. Awalnya memang banyak pertanyaan yang berseliweran di otak, tetapi rutinitas tiba-tiba menguapkan ide saya. Maaf. Walaupun demikian, mari kita coba paksa membuat review dengan pancingan point of discussion yang biasa dipakai klub buku Reight. Boleh ya pinjam poin-poinnya (^^)
 
Berikut adalah point of discussion versi saya setelah membaca Fly To The Sky yang ditulis oleh penulis Gagas Duet: Nina Ardianti dan Moemoe Rizal :
 
1. First Impression
Saya suka sampulnya yang didominasi warna biru dan pink. Biru mewakili tokoh pria yang ditulis Moemoe dan pink mewakili tokoh wanita yang ditulis Nina. Sejak membaca blurb-nya saya sudah jatuh cinta dengan kisah pertemuan yang ditulis dari sudut pandang tokoh pria dan wanita ini. Terlebih karena saya lebih dahulu membaca Restart by Nina, jadi penasaran juga dengan cerita Edyta. Bonusnya, tidak banyak novel yang bisa mengangkat topik aviation. Saya yang sudah kenyang dicekoki anything about aviation with my hubby jadi amat sangat tertarik :p
 
2. How did you experience the book
I really really really enjoyed this book!! For both sides, i love it all!
 
3. Characters
EDYTA: Seperti wanita (yang mengaku) mandiri yang hidup di Jakarta pada umumnya, Edyta memang cerewet dan sloppy. Apalagi habit di keluarganya yang memang memanjakan dia. Wajar kalau Edyta jadi bawel dan cenderung emosian. Tapi, dari Fly To The Sky saya paham bahwa Edyta sebenarnya thoughtful.
 
ARDIAN: Seperti pria (yang mengaku) gentle yang memang hidup mandiri di Jakarta pada umumnya, Ardian luar biasa cool. Ya iyalah..kalau tidak bagaimana dia bisa menjadi pilot yang memang dituntut punya self-controlled tinggi terutama di keadaan mendesak. But hey..kena batunya juga kan, kalau kesempurnaan itu sudah ada di diri pasangan kita, apa asyiknya pacaran ^^v
 
4. Plot
Ehm, apa ya plotnya? Kalau tidak salah sih masuk kategori alur maju. Tidak pentinglah plotnya apa, kalau ceritanya seru ya dinikmati saja :D
 
5. POV
For both sides, pakai POV orang pertama.
 
6. Main idea/theme
Serendipity! Sinetron banget atau film banget. Sudah pernah ada yang buat survey belum sih berapa banyak pasangan yang akhirnya menjadi real couple karena kejadian tidak sengaja bertemu? Penasaran ingin tahu hasilnya kalau ada :)
 
7. Quotes
Please see picture for my favorite quote ^_^ 
 
8. Ending
Fine! I don't wanna say it was Perfect since the writers do not want to continue the stories :p
 
9. Question
- Periode ketika novel ini ditulis mungkin aplikasi BB-nya belum canggih ya? Karena pengalaman saya, walaupun fisik BB hancur, kalau sudah di-back-up by email, begitu email di-push lagi semua contact otomatis restore. Tapi, at the same time BB dua2nya rusak sih ya.. :p
- Insting saya sih bilang kalau restoran Candra Kirana ini ada wujud aslinya. Jadi, alamatnya dimana, kak? Supaya bisa saya datangi, siapa tahu ada yang kesangkut juga :D
- Kak Moemoe punya ID Indoflyer? Mau tahu dong..hahaa..
 
10. Benefits
Saya dapat banyak informasi mengenai dunia perbankan dan aviation melalui novel ini. Kalau Nina memang bekerja di bank, jadi tidak perlu heran dengan segala informasi tentang banking. Tetapi, saya harus bilang risetnya Moemoe untuk aviation keren. Hanya orang-orang yang memang hobi (selain yang memang bekerja di industri penerbangan) yang bisa paham betapa serunya nongkrongin Air Crash Investigation atau menghabiskan waktu berjam-jam menekuni forum Indoflyer. Awesome!
 
Saya akan dengan senang hati merekomendasikan buku ini untuk siapa saja yang sedang butuh bacaan romantis tetapi tidak menye-menye. Semua judul bab-nya dijamin menampar. You must read this book! Yes, you! (^_^)

14 Nov 2013

[Fiction] Morning SMS

Gue tahu, gue bukan satu-satunya manusia di Jakarta yang terjebak kemacetan luar biasa. Gue juga tahu, gue bukan satu-satunya yang merutuk dan memaki di saat gue merasa kondisi lalu lintas ini membunuh gue perlahan-lahan. Gue sudah mencoba semua alternatif transportasi menuju kantor, tapi ujungnya tetap sama. It sucks!
Menyetir mobil pribadi atau disopirin berarti akan terjebak kemacetan tak berujung. Naik taksi berarti ada pembengkakan biaya transportasi yang memaksa gue harus makan siang di warteg selama seminggu. Naik motor di saat cuaca lebih sering hujan begini bisa berarti tambahan biaya membeli obat flu. Naik Commuter Line berarti ada tambahan biaya untuk pijat karena penuhnya yang tidak manusiawi rentan membuat otot keseleo. Naik bus umum atau angkot berarti ujian tingkat kesabaran karena ada saja om-om atau mas-mas genit yang sok SKSD (baca: sok kenal sok dekat). Jadi, apalagi pilihannya?
Gue masih akan mengeluh lebih panjang lagi kalau tidak terdistraksi. Dan akhirnya yang berhasil menghentikan semua keluh kesah gue hanyalah pesan singkat yang tiba-tiba masuk di ponsel.

Aku balik nanti sore. Mau dinner bareng? Hari ini ke kantor naik apa?

Seketika dunia gue menjadi indah dan berseri. Peduli setan sama kondisi jalanan yang bikin sakit jiwa. My lover is back! Gak ada hal lain yang lebih penting daripada ketemu pacar setelah tiga bulan gak ketemu. Kalau jaraknya cuma Jakarta – Bandung seperti zaman kuliah sih tidak masalah. Tetapi, ketika jaraknya menjadi Jakarta – Dubai, mencari waktu yang tepat hanya untuk bertatap lewat skype pun menjadi tantangan tersendiri.

Mau! Tapi hari ini aku bawa mobil. How?

Secepat kilat gue mengetik balasan SMS mengingat sebentar lagi dia pasti sudah boarding. Hebatnya kemacetan Jakarta ini adalah gue bisa multitasking. Sambil menyetir bisa sambil sarapan atau main Candy Crush atau ya sekedar mengetik SMS. Tidak sampai tiga menit, SMS balasan diterima.

I'll come to your office. Just wait. I'm boarding. See you.

Lalu berakhirlah acara berkirim pesan yang super singkat itu. Tidak pernah ada kata-kata romantis seperti I Love You atau I Miss You. Setiap kali gue tanya kenapa, dia cuma berkata bahwa sebuah hubungan serius itu lebih dari sekedar kata-kata. NATO (baca: No Action Talk Only) tidak pernah ada dalam kamusnya. Walaupun pada awalnya gue protes, tetapi tidak ada yang bisa gue lakukan selain pasrah. Gue ikhlas kok menerima asal dia serius sayang sama gue. Oke, mulai berlebihan, sebentar lagi mungkin gue akan menerima lemparan duit dari wanita-wanita se-Indonesia. Jadi, daripada gue mulai mengoceh tak tentu arah, mari kita nikmati sajalah sepanjang hari ini sambil menunggu jadwal kencan nanti malam.

- to be continue -

Note : (catatan motskee supaya tidak lupa :p)
1.     DXB (04.40) – CGK (15.45) à Emirates
2.     CGK (00.15) – DXB (05.35) à Emirates
3.   Selisih waktu Jakarta – Dubai = 3 jam. 4am Dubai = 7am Jkt. 8am Jkt = 5am Dubai.