Halaman

3 Mar 2011

Jakarta Love Riot 2011


Sabtu malam tanggal 26 Februari 2011 akhirnya jadi juga saya menonton Jakarta Love Riot (JLR) di Gedung Kesenian Jakarta. Ini memang rerun atau mungkin lebih tepatnya remake dari pertunjukan berjudul sama yang pernah dipentaskan 2-4 Juli 2010 lalu. Saya sendiri tidak tahu sampai sejauh mana mereka meng-update adegan JLR kali ini karena tahun lalu saya memang terlewat ^_^
Setelah terlambat 10 menit, akhirnya acara dibuka dengan opening dance ‘Welcome To Our World’ yang cukup memukau. Saya penasaran, apakah sudah pernah ada yang mempertunjukkan tarian dengan kostum dipenuhi LED (eh, ini bukan ya istilahnya? :p) berwarna-warni di Indonesia? Walaupun buat saya, tidak terlalu surprise karena idenya mirip dengan yang ada di film Step Up 3 (final battle). Tapi, saya suka kok, walaupun agak kurang setuju kenapa kata terakhir yang terbentuk adalah ‘BITCH’. Kalau ini memang hanya opening, kenapa tidak memunculkan kata ‘RIOT’, atau ‘LOVE’ mungkin. Yah, tapi ini kan hanya opini saya saja :p
What’s funny though, it’s not Nala or Toto that made a lasting impression. Saya justru lebih tertarik dengan karakter Lolo (Ken Nala Amrytha) yang bawel, Tatik (Takako Leen) yang judes dan Joni Goban (lupa diperankan siapa soalnya bukunya ketinggalan di rumah :p) yang gayanya sangat khas. Entah mengapa saya merasa si Toto ini kurang all out, berperan sebagai orang kampung asal Jawa tapi kurang njawani. Sangat berbeda dengan si Ibu Kartika, diperankan Ira Duaty, yang logat Jawanya terasa sangat kental. Menurut saya, diantara semuanya Sarah Sechan yang berperan sebagai Ibu Hudi masih yang paling menonjol, dengan akting natural, gesture yang kuat, sampai aksen Singlish yang sukses membuat saya tersenyum-senyum. Great!
Beberapa kali melihat tarian @EKIDanceCo saya langsung tahu bahwa hampir seluruh adegan koreografinya digarap oleh Rusdy Rukmarata karena gerakan-gerakan khas EKI sangat jelas kentara. Tetap enak dinikmati apalagi ditarikan oleh penari-penari yang memang berkualitas, seperti Billy dan Sum, yang gerakannnya mampu melukis garis tubuh dengan jelas :p Tetapi, kalau harus menonton pertunjukan EKI lagi saya berharap akan ada improvisasi yang lain :D Ah, tapi saya tetap kagum dengan tarian yang ditampilkan di JLR ini. Hampir semua jenis tarian ada disini, mulai dari balet, tap dance, dangdut sampai tari piring. Saya paling suka koreografi tarian waktu Geng Rempong dan Geng Kampoeng berkelahi. Awesome!
Harga tiket yang dipatok untuk pertunjukan JLR ini menurut saya sudah ekonomis dibandingkan pertunjukan sejenis yang biasanya harganya cukup menguras isi dompet :p Apalagi durasi pertunjukannya >2 jam. Walaupun, saya merasa alur ceritanya agak bertele-tele dan ada 2-3 scenes yang (menurut saya) kurang relevan sehingga bisa dihilangkan saja. Atau mungkin ini dampak dari remake tadi sehingga sebisa mungkin menunjukkan adegan baru? Dan saya agak kecewa dengan perjalanan menuju ending yang agak kurang ‘greget’ atau kurang smooth? Entahlah, dialog antara Ibu Hudi dan Toto di rumah sakit seperti terlalu ‘mudah’.
But overall, I really enjoyed the show! ^_^

1 komentar:

  1. aku juga nonton yg pertama menurut gw sih bagusan yg pertama..

    apa karena dulu hal baru buat gw? jd lebih excited :)

    BalasHapus