Halaman

29 Okt 2013

[IRRC2013 #7] Book Review: Mahogany Hills

Mahogany Hills membawa saya kembali bernostalgia ke masa saya KKN (baca: Kuliah Kerja Nyata :p) di Desa Puraseda, Leuwiliang, Bogor. Saya jadi mengingat kembali bagaimana segarnya udara di pegunungan, menikmati berjalan-jalan di pematang sawah, hidup bersahaja tanpa hiruk-pikuk social media (ya iya karena memang tidak ada sinyal ponsel yang tertangkap :D) dan menghabiskan sisa malam hari hanya dengan mengaji (karena memang hanya itu yang bisa saya lakukan :p).
 
Sebenarnya sudah lama saya mengincar novel yang menjuarai Lomba Penulisan Novel Amore 2012 yang diadakan Gramedia Pustaka Utama ini. Jadi, saya senang ketika buku ini masuk dalam paket Blended LitBox ke-2 yang saya pesan. Mahogany Hills karya Tia Widiana menjadi novel Amore pertama yang saya baca. Tetapi, sampai selesai membaca saya masih belum begitu jelas, lini Amore ini sebenarnya mengkhususkan genre apa? Buat saya, Amore tidak ada bedanya seperti novel romance biasa walaupun jelas bukan kategori Metropop.
 
Menjalani pernikahan dengan seseorang yang memang kita cintai saja, belum tentu mudah. Apalagi bagi pasangan PARAS AYUNDA BAKHTIAR dan JAGAD ARYA ARNAWARMA yang disatukan melalui perjodohan. Mengutip dari kata-kata di bukunya, "..cinta itu sederhana. Cinta adalah memberi, menerima dan memaafkan." Walaupun cinta itu sederhana, tetapi proses menemukan cinta biasanya penuh perjuangan. Proses itulah yang dialami Paras dan Jagad selama mereka tinggal bersama di Mahogany Hills.
 
Saya suka karakter Paras yang smart, tenang dan tegar; selalu berusaha berpikir rasional dan memikirkan dengan baik dampak dari setiap aksinya. Saya juga suka karakter Jagad yang care, baik hati dan setia; walaupun ada saat-saat dia amat keras kepala. Tia membangun karakter tokohnya dengan baik. Tanpa sadar saya terbawa ke dalam cerita dengan alur yang mengalir. Saya diajak ikut merasakan kegetiran Paras dan kebimbangan Jagad.
 
Sudah lama saya tidak membaca buku yang ditulis dengan bahasa Indonesia baku, tetapi tidak kaku dan tetap enak dinikmati. Salut dengan bahasa santun dan pilihan diksi yang digunakan penulis. Pendeskripsian latar tempat Mahogany Hills juga baik.
 
Kalau ada yang terasa 'kurang' buat saya adalah kemunculan mantan-mantan Paras dan Jagad yang ceritanya tidak dieksplorasi, jadi konfliknya terasa kurang greget. Selain itu, peran orang tua dan mertua juga kurang ditonjolkan padahal ada kejadian yang menurut saya cukup penting. Di kehidupan nyata, orang tua dan mertua saya sudah pasti akan panik dengan kejadian yang menyebabkan nyawa saya hampir melayang.
 
Terakhir, saya merekomendasikan membaca buku ini kalau ingin mendapatkan citarasa berbeda selain romansa kehidupan metropolitan.
 

18 Okt 2013

Personality Test

Sebenarnya ini cuma iseng, tapi ya hasilnya lumayan. Daripada hilang tertelan timeline Path, jadi saya post di blog. Lumayan sebagai pengingat untuk saya pribadi :p
 

16 Okt 2013

Your Friends

Create this post while listening to Toss The Feathers by The Corrs makes me miss my Geng Senggol.
Love the girls so much.
 
Dua hari terakhir saya sengaja menjauhkan diri tumpukan novel yang belum terbaca atau drama Asia yang belum sempat saya tonton atau bahkan twitter tempat saya menyalurkan kebawelan saya. Jadi, apa yang saya lakukan? Saya memaksa diri untuk bercermin.
 
"Finally i realized, it's not about challenging job or benefit that makes you stay longer in a company. It's all about Friends and Ambience."
 
Kira-kira begitulah hasil merenung saya. Pada satu titik, saya akhirnya sadar bahwa yang membuat hidup saya lebih berwarna setiap hari adalah sahabat-sahabat saya di kantor. Di tengah gempuran deadline pekerjaan atau problem yang muncul ketika mengerjakan project (almost) impossible, saya mampu bertahan karena ada dukungan dari mereka. Bukan berarti mereka mengerjakan tugas saya, tetapi sekedar obrolan singkat yang bukan melulu pekerjaan, lunch bareng, pelukan ketika diam-diam saya terisak atau sekedar menepuk-nepuk pundak saya ketika saya menerima omelan dari orang lain, ternyata cukup besar pengaruhnya. Menenangkan.
 
Saya bukannya hanya berteman yang 'manis' saja. Beda pendapat dan adu argumen itu biasa terjadi. Bukan hanya sesama rekan kerja, tetapi juga dengan atasan atau tim departemen lain. Bahkan tidak jarang saya mengamuk kepada tim saya kalau deadline report terlewati. Tetapi, selama tidak berlebihan, dikomunikasikan dengan cara yang baik dan tidak terbawa personal, semuanya pasti bisa dilalui dengan lancar. Terlebih bila kultur yang ada di perusahaan dan pihak manajemen memang memberikan ruang gerak yang cukup untuk berekspresi sebebasnya. Wah, itu luar biasa.
 
Jadi, ketika kamu merasa bersemangat berangkat ke kantor bukan hanya sekedar mencari nafkah, tetapi karena ingin bertemu dengan teman-temanmu, maka bersyukurlah. Teman baik atau sahabat sekantor atau office-soulmate itu ternyata tidak begitu saja tersebar di semua tempat.
 
Atau, ketika tanpa sadar kamu sudah menghabiskan waktu bertahun-tahun di suatu perusahaan dan belum merasa bosan, maka nikmatilah. Itu berarti kita merasa nyaman berada disitu. Sadarilah bahwa lingkungan yang nyaman untuk bekerja itu tidak bisa ditawarkan di semua tempat kerja.
 
Menurut pengalaman saya, bekerja di lingkungan yang nyaman dan dikelilingi teman-teman yang sehati akan membuat kita merasa senang. Happy itu ternyata penting karena biasanya output-nya juga baik, kita jadi bisa memberikan the best performance. Buat saya, happy karena teman dan ambience ternyata memberikan efek lebih besar daripada sekedar challengin job atau benefit package yang menggiurkan. Bukan berarti saya tidak bisa bekerja tanpa teman dan lingkungan yang nyaman. Bisa, tetapi hasilnya tidak maksimal.
 
So, before you decide to move to another company, please look at the mirror. What is your character? What is the most important thing in your life? What are you looking for? Ask yourself and think deeply.
 

14 Okt 2013

Another Chance

 

Semesta itu memberikan banyak pilihan untuk dijalani. Ada kalanya kita bisa memutuskan akan melakukan yang mana dengan cepat dan pasti. Tanpa ragu. Tetapi, ada kalanya kita merasa bingung ketika dihadapkan pada pilihan. Tidak tahu harus memilih yang mana karena merasa takut salah. Takut kalau hasilnya tidak sesuai dengan keinginan.
 
Risiko. Kita kadang lupa bahwa pada setiap pilihan selalu ada risiko. Risiko dengan kadar probabilitas yang beragam. Bisa jadi kita memilih jalan yang sesuai dan paling cepat mewujudkan keinginan. Hingga yang terbentuk adalah rasa puas. Tetapi, apakah itu berarti, pilihan lainnya salah? Belum tentu. Bisa jadi pilihan lainnya justru memberikan hasil yang melampaui keinginan. Kita tidak tahu karena kita tidak memilihnya dan tidak menjalaninya.
 
Lalu, kalau kita merasa tidak puas, apakah itu artinya pilihan kita salah? Menurut saya, pilihan dan apa pun keputusan kita pada awalnya tidak pernah salah. Ini hanya masalah persepsi. Ketika hasilnya mulai terlihat dan kita merasa tidak puas, itu artinya kita mempersepsikan hasilnya jauh dari apa yang kita inginkan. Bukan berarti keinginan kita tidak bisa terwujud. Bisa, tetapi ternyata memerlukan waktu lebih lama. Bisa, tetapi ternyata memerlukan resources lebih banyak. Dan segudang alasan lain yang akhirnya membuat kita menarik napas panjang.
 
Persis seperti yang saya alami sekarang. Pada dasarnya saya bukan risk taker. Itu sebabnya saya perlu waktu lama untuk berpikir sebelum akhirnya memutuskan. Inginnya hasilnya bisa memuaskan. Tetapi, siapa yang menyangka bahwa beberapa bulan kemudian setelah menjalani, hasilnya ternyata tidak memuaskan. Saya merasa salah.
 
Tetapi, saya tidak mau menyesal. Selama saya menjalani, saya belajar mengenal diri saya lebih baik lagi. Saya tetap menjalani hasil keputusan awal saya dengan segala daya yang saya miliki. Saya masih belum mau berhenti mencapai mimpi saya sambil terus berpikir positif.
 
Sampai akhirnya kesempatan lain datang. Ya, sekali lagi saya diberi kesempatan untuk memilih. Dan sekali lagi, saya ingin mencoba menjadi risk taker. Tentu dengan pengenalan diri yang lebih baik dan proses berpikir yang lebih matang, saya juga menjadi lebih kuat.
 
Jadi, izinkan saya sekali lagi memilih. Doakan saya semoga kali ini pilihan saya memberikan hasil yang memuaskan.
 
Semoga. Bismillah..

6 Okt 2013

[IRRC2013 #6] Book Review: Runaway Ran


RUNAWAY RAN yang ditulis Mia Arsjad adalah novel digital pertama yang saya beli melalui gramediana. Dulu sekali saya sudah pernah membaca novel Mia yang lain: DILEMA. Tetapi, hanya itu saja yang saya baca karena buku lainnya kebanyakan bergenre teenlit yang sudah tidak cocok untuk saya.

Biasanya saya selalu jatuh cinta dengan tokoh pria di novel yang digambarkan kaya, ganteng dan baik hati. Khusus di novel ini, saya justru jatuh cinta dengan karakter KATRINA. She's just so women! :p Karakternya menggambarkan sebagian besar wanita metropolitan yang jarang (bahkan hampir tidak pernah) merasakan susah, cenderung manja, hobi belanja, ke salon dan nongkrong di kafe. Walaupun bisa dibilang gaul, tetapi Katrina tidak kebablasan, dia masih memegang teguh prinsip-prinsip ketimuran. Dia juga baik hati, bijaksana dan loyal kepada sahabat. Oke, rasanya semua pujian buat Katrin sudah saya sebutkan.

Bagaimana dengan tokoh prianya? J.F. RAN digambarkan sebagai pria yang ganteng, kaya dan populer. Ya, Ran memang termasuk public figure, tetapi tidak charming. Ran pada dasarnya orang baik, dengan caranya sendiri. Buat orang yang tidak terlalu dekat dengan Ran, dia akan bersikap sinis dan tertutup. Walaupun sebenarnya ada alasan kenapa dia bersikap dingin pada hampir semua orang.

Selain kedua tokoh diatas, ada banyak tokoh lain yang muncul. Yang paling menonjol adalah VIANA, sang public enemy. Lalu ada dua sahabat dekat Katrin, yaitu Alya dan Ina. Mereka bertiga ini kalau sudah kumpul ramainya luar biasa. Jangan salah, yang bisa bergosip bukan hanya wanita. Ran ternyata juga punya tiga orang teman dekat yang semuanya unik, yaitu Gatot, Herman dan Iman. Tetapi, semua keseruan di buku ini rasanya belum cukup kalau tidak ada tokoh Adit.

Walaupun karakter dan interaksi antartokoh seru dan ramai, sebenarnya saya sempat merasa bosan juga. Sampai setengah buku bagian pertama, belum ada konflik yang muncul. Hanya cerita narasi dan teka-teki di sana-sini. Konfliknya terasa kurang menggigit. Akibatnya, penyelesaian konfliknya terasa terburu-buru, terutama kisah hubungan Katrina dan Ran. Ending-nya sih tidak masalah, tetapi proses menuju ending itu yang kurang smooth.

Beberapa bagian juga terasa aneh. Misalnya, sebelumnya diceritakan kalau Ran punya abang, tetapi sampai akhir bahkan di saat-saat kritis sang ibu, tokoh abang ini justru tidak muncul, padahal kerabat lainnya lengkap. Saya juga masih menemukan beberapa typo, walaupun tidak sampai mengganggu.

Overall, saya tetap suka novel ini. Dialognya lucu dan membuat saya jadi senyum-senyum sendiri bacanya. Cover-nya juga unik, cocok dengan isi ceritanya. Selain itu, Mia banyak menyelipkan nasihat-nasihat hidup yang patut kita renungkan, tanpa harus merasa digurui. Runaway Ran recommended buat yang sedang butuh bacaan metropolitan khas metropop.

4 Okt 2013

[IRRC2013 #5] Book Review: Paris - Aline

 
 
 
Note: Gambar diambil dari SINI
 
Ini pertama kalinya saya membaca karya Prisca Primasari. Dan ini juga seri pertama STPC yang saya baca. Kenapa saya memilih Paris? Karena saya amat suka dengan sampul bukunya yang bergaya vintage. Elegan. Cocok untuk menggambarkan kota Paris yang terkenal romantis. Selain itu, Paris sepertinya salah satu seri STPC dengan jumlah halaman paling sedikit. Jadi, mengingat rutinitas saya (ehem!), saya memilih buku yang paling tipis.
 
Sayangnya, nuansa romantis dari sampul bukunya justru bertolak belakang dengan isi cerita. Paris versi Prisca jauh dari kata romantis. Walaupun pada bukunya diselipkan kartu pos bergambar Menara Eiffel yang cantik, tidak ada adegan yang berhubungan dengan gambar itu di buku. Saya jadi sedikit kecewa, karena menurut saya, biasanya sampul buku itu mencerminkan cerita yang ingin disampaikan. Paris versi yang saya tangkap dari isi cerita bergenre teenlit fantasy; lebih mirip dongeng.
 
ALINE OFELI sedang menyelesaikan S2-nya di Paris ketika bertemu dengan AEOLUS SENA. Keduanya bertemu dengan cara yang unik; janji bertemu di bangunan bekas penjara pukul 12 malam. Aline berniat mengembalikan porselen Sena yang tidak sengaja ditemukannya. Selanjutnya, hubungan mereka berlanjut lantaran Sena berjanji untuk mengabulkan 3 permintaan Aline sebagai balas jasa menemukan porselennya.
 
Kenapa saya bilang teenlit? Karena saya tidak merasakan chemistry hubungan dewasa antara Aline dan Sena. Entah mengapa saya merasa plot dan cara berpikir baik Aline maupun Sena masih seperti ABG yang sedang pacaran, malu-malu tapi mau. Aline dan Sena memang saling suka tapi tidak sampai ada bonding yang kuat antara keduanya. Makanya saya bertanya-tanya *SPOILER ALERT* bagaimana Aline bisa menunggu Sena selama 2 tahun yang sama sekali tidak ada kabar beritanya, padahal pada saat itu keduanya masih sama-sama di Paris.
 
Kenapa saya bilang fantasy? Karena yang ada di benak saya ketika membayangkan kediaman Poussin adalah sebuah kastil tua yang megah dan berpagar tinggi, mirip kastil di film-film. Terasa agak dongeng juga ketika saya membaca bagaimana latar belakang keluarga Poussin dan bagaimana mereka berinteraksi. *SPOILER ALERT* Saya juga merasa aneh bagaimana mungkin Sena dan Aline yang disekap di rumah keluarga Poussin bisa meloloskan diri dengan alasan yang sangat mudah. Entah mengapa saya merasa Prisca tampak terburu-buru menyelesaikan konflik.
 
Terlepas dari cerita yang tampak aneh, sebetulnya saya masih bisa menikmati Paris. Saya juga baru tahu dan mulai belajar mengenai tulisan Vignette. Gaya Aline yang membagi ceritanya melalui diari kepada Sevigne juga menarik. Oh ya, saya juga suka dengan ilustrasi yang ada di bukunya.