Mahogany Hills membawa saya kembali bernostalgia ke masa saya KKN (baca: Kuliah Kerja Nyata :p) di Desa Puraseda, Leuwiliang, Bogor. Saya jadi mengingat kembali bagaimana segarnya udara di pegunungan, menikmati berjalan-jalan di pematang sawah, hidup bersahaja tanpa hiruk-pikuk social media (ya iya karena memang tidak ada sinyal ponsel yang tertangkap :D) dan menghabiskan sisa malam hari hanya dengan mengaji (karena memang hanya itu yang bisa saya lakukan :p).
Sebenarnya sudah lama saya mengincar novel yang menjuarai Lomba Penulisan Novel Amore 2012 yang diadakan Gramedia Pustaka Utama ini. Jadi, saya senang ketika buku ini masuk dalam paket Blended LitBox ke-2 yang saya pesan. Mahogany Hills karya Tia Widiana menjadi novel Amore pertama yang saya baca. Tetapi, sampai selesai membaca saya masih belum begitu jelas, lini Amore ini sebenarnya mengkhususkan genre apa? Buat saya, Amore tidak ada bedanya seperti novel romance biasa walaupun jelas bukan kategori Metropop.
Menjalani pernikahan dengan seseorang yang memang kita cintai saja, belum tentu mudah. Apalagi bagi pasangan PARAS AYUNDA BAKHTIAR dan JAGAD ARYA ARNAWARMA yang disatukan melalui perjodohan. Mengutip dari kata-kata di bukunya, "..cinta itu sederhana. Cinta adalah memberi, menerima dan memaafkan." Walaupun cinta itu sederhana, tetapi proses menemukan cinta biasanya penuh perjuangan. Proses itulah yang dialami Paras dan Jagad selama mereka tinggal bersama di Mahogany Hills.
Saya suka karakter Paras yang smart, tenang dan tegar; selalu berusaha berpikir rasional dan memikirkan dengan baik dampak dari setiap aksinya. Saya juga suka karakter Jagad yang care, baik hati dan setia; walaupun ada saat-saat dia amat keras kepala. Tia membangun karakter tokohnya dengan baik. Tanpa sadar saya terbawa ke dalam cerita dengan alur yang mengalir. Saya diajak ikut merasakan kegetiran Paras dan kebimbangan Jagad.
Sudah lama saya tidak membaca buku yang ditulis dengan bahasa Indonesia baku, tetapi tidak kaku dan tetap enak dinikmati. Salut dengan bahasa santun dan pilihan diksi yang digunakan penulis. Pendeskripsian latar tempat Mahogany Hills juga baik.
Kalau ada yang terasa 'kurang' buat saya adalah kemunculan mantan-mantan Paras dan Jagad yang ceritanya tidak dieksplorasi, jadi konfliknya terasa kurang greget. Selain itu, peran orang tua dan mertua juga kurang ditonjolkan padahal ada kejadian yang menurut saya cukup penting. Di kehidupan nyata, orang tua dan mertua saya sudah pasti akan panik dengan kejadian yang menyebabkan nyawa saya hampir melayang.
Terakhir, saya merekomendasikan membaca buku ini kalau ingin mendapatkan citarasa berbeda selain romansa kehidupan metropolitan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar