Halaman

2 Jun 2015

Dara: Play It Cool



Aku hampir tersedak. Oksigen di sekitarku mendadak surut. Dia macho. Tipeku. Alamak! Kalau begini bagaimana ceritanya aku menolak? Duh, si Mama kenapa tidak bilang sih kalau anak temannya macam ini. Kupikir Mama akan mengenalkanku pada pria alim dengan celana mengatung di mata kaki. Ya maklum saja, temannya itu teman mengaji mama di majelis taklim. Tidak kusangka anaknya sekeren ini.
“Maaf, kamu Dara?” Si macho yang ternyata sudah berdiri menjulang di depanku bertanya. Kapan dia jalan ke sini ya? Aku geli sendiri. Jelas saja aku tidak sadar, sedari tadi yang kulakukan hanya terpana dan sibuk dengan pikiranku sendiri.
“Iya. Saya Dara. Kamu, Harsa?” Nice job, Dara. Aku bersorak dalam hati. Untung aku ingat nama si macho ini. Padahal biasanya segala omongan mama terkait usaha perjodohan sudah pasti berlalu secepat kereta shinkansen di Jepang.
Si macho tersenyum sambil mengulurkan tangan, “Ya, saya Harsa. Putranya Bu Tris, teman mamamu. Sorry telat beberapa menit, cari parkirnya lumayan repot.” Aku tersenyum tipis menanggapi sapaannya.
“Mau pesan apa?” kataku sambil mengangsurkan buku menu. “Kebetulan tadi aku sampai 15 menit lebih dulu dan karena aku lapar, aku sudah pesan duluan. Sorry.”
“Tidak apa,” katanya singkat sambil menelusuri daftar makanan dan minuman di buku menu. Dahinya berkerut sedikit. Pasti bukan karena bingung dengan menunya, kan? Menu di kafe ini tidak ada yang aneh. Oh, mungkin dia sedang menimbang menu apa yang akan dia pilih. Itu hanya spekulasiku tentu saja.
“Kenapa?” tanyaku memberanikan diri.
“Apa?” katanya sambil menengadah menatapku. Dahinya berkerut lagi.
“Kuperhatikan dahimu berkerut. Ada yang bisa kubantu dengan menunya?” kataku menjelaskan.
“Oh, tidak. Aku hanya sedang berpikir, menurutmu, lebih enak Fish & Chip atau Sop Buntut?” katanya balik bertanya. Aku mengerjap. Tidak sangka dia justru akan meminta pendapatku.
“Dua-duanya menu andalan di kafe ini. Aku sendiri tadi memang memesan Fish & Chip.”
“Ok, kalau begitu mari kita samakan saja,” katanya sambil memanggil pelayan untuk mencatat pesanannya. Aku mengernyit. Kenapa pilihannya sama denganku?
Setelah pelayan berlalu, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. “Kamu memang suka Fish & Chip juga? Atau sekedar ingin mengetes seperti apa seleraku?”
“Kamu yang merekomendasikan kafe ini. Jadi, daripada aku mencoba menu lain yang aku tidak tahu rasanya, lebih baik kuikuti saja pilihanmu. Aku percaya pada pilihanmu. Pada dasarnya aku suka semua jenis makanan. Apakah itu bisa disebut sebagai mengetes seleramu?”
Aku terdiam. Kenapa tadi aku bertanya begitu? Menyesal. Belum-belum aku sudah memberi kesan tidak baik padanya, seolah-olah aku mudah sekali terintimidasi, walaupun memang iya. Aku menunduk. Oh, ego, kenapa sih kamu mudah sekali terusik?
Dia mencolek tanganku, “Hei, kenapa malah diam? Aku tidak bermaksud apa-apa, Dara. Aku memilih Fish & Chip karena sepertinya menu itu terdengar menarik. Kalau pilihanku sama denganmu, tidak apa kan? Aku sama sekali tidak beranggapan apa pun, tidak juga ingin mengetes seleramu. Apa ini masalah buatmu, Dara?” Kata-katanya tegas. Sungguh, tidak ada getar ragu sama sekali. Entah kenapa itu justru membuatku semakin diam.
“Dara?” panggilnya lagi dengan nada lebih lembut.
Aku menghela napas, “Maaf. Maaf.. Egoku memang kadang mudah terusik.”
“Bisa kita lupakan saja masalah menu ini? Kisah kita bahkan belum dimulai, Dara.”
Aku menatapnya. Entah apa yang kucari di kedalaman matanya. Ekspresinya masih datar, tak tertebak. Ya, kisah kami bahkan belum dimulai. Jadi, kenapa aku harus menduga-duga dengan segala pikiran tidak pentingku.
“Ya. Lebih baik kita mulai dengan obrolan yang lain saja,” tawarku akhirnya.
Aku melihat lagi senyum yang terbit di bibirnya. Seketika, ada rasa aneh yang merayapiku. Rasa apa ini? Aku tidak pernah begini sebelumnya. Aku pernah pacaran tiga kali. Tapi, tidak sekali pun aku merasakan yang seperti ini? Mengapa? Apa yang membuat dia menjadi berbeda? Ada apa denganku? 
=============

Catatan hari ke-1: 
Seharusnya ini menjadi postingan pertama di #NulisRandom2015  Tapi, saya sungguh tak sempat kemarin. Jadi, hari ini saya menghukum diri sendiri dengan mengunggah dua postingn sekaligus. Saya tidak tahu, apakah saya bisa konsisten mengikuti tantangan ini. Tapi, paling tidak saya berusaha :p

Tidak ada komentar:

Posting Komentar