Halaman

17 Feb 2016

Kehilangan



Hai D,

Langit cerah sekali sore ini. Aku sungguh beruntung masih bisa menikmati semburat jingga Sang Surya yang bersiap sembunyi ke peraduannya. Mataku lekat mengamati sekitar. Melenakan diri sebelum kutinggalkan. Derap kehidupan yang seringkali terabaikan, seolah tak ada, padahal nyata ada di sekeliling kita.

Aku tersenyum pada pak satpam yang menyapaku dengan raut keheranan. Mungkin dia bertanya-tanya kenapa aku bisa pulang sesore ini. Sampai di gerbang kantor, kulihat banyak orang berkerumun, mengantri membeli jajanan di sore hari, mulai dari tukang bakpau, nasi goreng, bakso, siomay sampai kue cubit. Kuputuskan ikut mengantri siomay, mana tahu nanti aku lupa rasanya.

Perjalananku belum berhenti. Naik ke jembatan penyeberangan Transjakarta, lebih banyak lagi penjaja kaki lima yang mencari nafkah. Ada pengamen yang vibrato suaranya menggelegar macam penyanyi seriosa, tukang jual tanaman, tukang jual gelang sampai bapak penjual harum manis. Aku berhenti lagi, D. Kali ini aku tertarik membeli gelang seharga lima ribuan. Bayangkan, D, sebuah gelang seharga lima ribuan mungkin tidak berarti untukku, tapi buat penjualnya, itulah harga sesuap nasinya.

Sesuatu itu baru terasa berharga setelah kita kehilangannya.

Aku trenyuh. Aku baru sadar sekarang, D. Ada banyak orang dan momen dalam hidup yang kita abaikan dan lewatkan begitu saja hanya karena kita merasa keberadaannya kurang memberi arti signifikan. Sama seperti kamu, D. Aku baru paham sekarang betapa berartinya kamu buatku. Dulu, kamu selalu ada di sampingku, tapi sering tidak kuacuhkan. Lalu begitu kamu tak ada lagi di sampingku, barulah aku merasa ada yang ganjil.

Aku tak ingin berakhir seperti mereka, saling mencintai. Lantas kehilangan dan kini mereka hanya mengenang dan merenung dari jauh. (Leila S. Chudori, Pulang)

Mungkin ini petunjuk untukku, D. Petunjuk supaya aku tak menyesal lagi untuk kesekian kalinya. Aku belajar lebih memaknai keberadaan orang dan momen yang ada di sekelilingku. Sore ini, aku belajar menghargai dan mensyukuri setiap waktu dan memori dari pemandangan pulang kantor di kawasan bergensi Sudirman. Agar disaat aku harus pergi menujumu, tak ada sesal yang tertinggal.

Kumohon padamu, D. Beri aku waktu sedikit lagi untuk mempersiapkan diri menujumu. Jangan buat aku menyesal sampai akhir hayat, D.

Aku masih selalu merindumu.

-Lana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar