Halaman

16 Agu 2013

Book Review: Stasiun

Diantara sekian banyak buku yang terpajang di toko buku, judul Stasiun sangat menarik buat saya. Kenapa? Karena stasiun dekat dengan rutinitas saya sehari-hari sebagai pengguna CommuterLine. Ketika membaca sinopsis di sampul belakang pun saya dibuat semakin jatuh hati karena pengalaman Adinda dan Ryan tampak manusiawi bagi kami; Anak Kereta -- AnKer.

Tetapi, jangan terlalu berharap bahwa kisah Adinda dan Ryan akan dirangkai romantis di buku ini. Walaupun dimasukkan dalam kategori novel, tetapi menurut saya belum bisa digolongkan sebagai novel bergenre romance. Sepemahaman saya novel bergenre romance biasanya akan berfokus pada tokoh pria dan wanita, kemudian menceritakan bagaimana perjalanan kisah cinta mereka secara rinci, misalnya mulai dari bertemu, berkonflik sampai akhir dari hubungan itu sendiri. Hal yang semacam itu tidak ada di novel ini.
 
Belakangan saya tahu bahwa penulisnya memang sengaja menulisnya dalam bentuk omnibus, dimana setiap bab dalam buku tersebut sebenarnya bisa dibaca secara terpisah. Saya bukan ahli sastra dan maaf, sudah lupa pelajaran Bahasa Indonesia, jadi saya tidak tahu persis definisi omnibus. Yang saya pahami, omnibus bisa disebut juga kumpulan cerita pendek dengan satu tema yang sama, atau satu penulis yang sama, atau satu tokoh yang sama, atau satu latar yang sama. Beberapa orang biasa menyebut omnibus dengan antologi. Kenapa tidak ada keterangan mengenai omnibus atau antologi di sampul buku, saya kurang tahu dan tidak tahu, "Apakah harus?" Setahu saya beberapa omnibook lainnya juga tidak menuliskan itu di sampul bukunya.
 
Balik ke Stasiun. Tokohnya ada dua orang: Adinda dan Ryan. Latarnya ada satu: Stasiun Bogor. Tema utamanya, menurut saya, adalah menangkap potret kehidupan di stasiun dan kereta yang seringkali terlewatkan dan tidak terpikirkan bahkan oleh saya yang pengguna kereta. Setiap bab berkesan buat saya karena mewakili apa yang saya lihat, dengar, alami dan kadang-kadang renungi ketika saya berkereta. Cynthia Febrina menuliskan dengan sangat baik bagaimana kita seharusnya berempati dengan sesama. Dia memberikan bacaan yang berbeda di tengah menjamurnya (maaf) buku bergenre romance yang ceritanya hanya itu-itu saja. Sebagai pengguna CommuterLine (atau dulu beberapa kali KRL Ekonomi) saya paham betul apa yang ingin disampaikan si penulis. Walaupun beberapa bagian akan terasa 'masa lalu' karena peraturan tarif CommuterLine sekarang sudah berubah dan KRL Ekonomi sudah dihapus.
 
Buat yang tidak tahu atau belum pernah merasakan naik kereta commuter di wilayah Jabodetabek, coba intip foto-foto yang diposting penulisnya DISINI. Itu membantu untuk membayangkan dan memahami situasi yang ingin digambarkan si penulis.
 
Saya sarankan kamu membaca buku ini kalau ingin mendapatkan bacaan dengan tema berbeda, terutama kamu yang ingin kembali mengasah empati yang sudah mulai tumpul. Banyak sekali pelajaran yang bisa saya ambil dari buku ini.
 
Terakhir, saya berharap Cynthia akan melanjutkan kisah Adinda dan Ryan menjadi full romance novel ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar