Halaman

2 Agu 2013

[IRRC2013 #2] Book Review: Dear Friend With Love

Karina Larasati
Cantik. Modis. Punya fashion line sendiri. Sudah menjomblo selama bertahun-tahun. Memendam perasaan pada sahabat terdekatnya selama 8 tahun terakhir: Rama Adrian.

Rama Adrian
Selalu merasa dirinya paling ganteng dan pahlawan di kehidupan yang lalu. Hobi bergonta-ganti pacar. Jatuh cinta pada Cicit. Sudah bersahabat dengan Karin sejak 8 tahun lalu.

Pria dan wanita yang mengaku bersahabat katanya tidak akan murni menjadi sahabar. Salah satu dari keduanya pasti memendam perasaan. Ide cerita yang sungguh klise. Sudah banyak sekali novel yang mengangkat tema seperti ini. Tetapi, justru dari kesederhanaan ide itulah yang membuat saya tertarik untuk membaca dan mencaritahu seperti apa si penulis akan mengemas tema umum ini.

Ini pertama kalinya saya membaca tulisan Nurilla Aryani, jadi sejak awal saya masih menebak-nebak kira-kira bagaimana gaya bercerita sang penulis. Dan saya amazed. Gayanya bercerita jauh dari membosankan. Saya seperti membaca curhatan atau diary baik dari sisi Rama dan Karin. Ya, buku ini memang menggunakan dua point-of-view. Bahasanya juga lugas dan ringan, sama persis dengan obrolan dan becandaan anak-anak Jakarta kalau bertemu dengan teman-teman dekatnya which is look realistic to me. Bukan hanya itu, tempat makan atau kafe yang disebutkan di novel ini juga kebetulan tempat-tempat yang biasa saya kunjungi, seperti misalnya Sabang 16. Jadi, membaca buku ini seperti memutar film di otak saya karena saya bisa membayangkan seperti apa adegan-adegan yang diceritakan. I like it.

Membaca novel ini tidak perlu waktu lama karena selain ceritanya mengalir dan bertempo cepat, bukunya juga tipis, jadi cukup 2 jam non-stop untuk menyelesaikannya. Saya juga suka gambar sampulnya: simpel tetapi lucu. Menarik. Kalau kamu butuh bacaan singkat dengan cerita yang ringan tetapi tidak membosankan untuk sekedar mengisi waktu luang, saya merekomendasikan untuk membaca buku ini. Buku ini belum menjadi favorit saya dan mungkin akan segera terlupakan (oops! sorry :p), tetapi cukup menghibur.

Terakhir, saya suka ending-nya. Kami para wanita memang biasanya realistis dan (akhirnya) menggunakan logika, bukan melulu perasaan, kalau sudah menyangkut pilihan pasangan hidup, bagaimana pun tengil-nya kita sehari-hari. I love it! ^_^

Note: Buku ini adalah salah satu paket LitBox pertama yang saya pesan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar